Home > Jogregan

Dampak Bencana Gempa Megathrust Sangat Besar, BMKG Bandung: Tingkatkan Mitigasi!

Isu tentang megathrust muncul di Indonesia setelah terjadi gempa megathrust di Jepang beberapa bulan lalu.
Bencana tsunami sebagai dampak dari gempa megathrust. (Ilustrasi) (Dok. Istimewa/Republika)
Bencana tsunami sebagai dampak dari gempa megathrust. (Ilustrasi) (Dok. Istimewa/Republika)

GINCUMANIS.COM, BANDUNG -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mengingatkan seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan mitigasi bencana gempa megathrust. Sebab, BMKG menyebut, potensi dampak yang ditimbulkangempa megathrust sangat besar.

Koordinator Data dan Informasi BMKG Bandung Virga Librian mengatakan, isu tentang megathrust muncul di Indonesia setelah terjadi gempa megathrust di Jepang beberapa bulan lalu. Sejumlah pihak seperti Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Daryono pun mengingatkan potensi megathrust di Indonesia.

"Potensi megathrust kita punya, jangan sampai terlena," ucap dia saat dihubungi, Selasa (8/10/2024).

Virga mengatakan, beberapa penelitian Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami menyebutkan di Mentawai dan Selat Sunda hampir 300 tahun belum terdapat gempa besar. Oleh karena itu, potensi megathrust tetap ada.

Beberapa penelitian lainnya tentang Megathrust di Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur dari Prof Sri Widiyantoro. Dia menjelaskan, potensi tsunami setinggi 20 meter di Selatan Jawa Barat dan 12 meter di Selatan Jawa Timur dapat terjadi. Dengan rata-rata ketinggian tsunami di pantai selatan pulau Jawa 4-5 meter.

Sementara penelitian BMKG tentang Megathrust tahun 2023 menyebutkan, potensi terburuk bisa menyebabkan tsunami 34 meter di Selat Sunda terutama di ujung kulon.

Virga mengatakan, Pj Gubernur Jawa Barat dan Pj Wali Kota Bandung telah mengeluarkan surat edaran kesiapsiagaan bencana megathrust di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Pemerintah dan masyarakat harus melakukan mitigasi struktural dan non struktural.

"Struktural seperti memastikan ketersediaan evakuasi dan membangun early warning system dan pengecekan alat peringatan dini," kata dia.

Sedangkan non struktural, dia menyebut, di antaranya edukasi ke masyarakat dan melakukan simulasi penyelamatan diri saat bencana terjadi. Selain itu, menyiapkan mekanisme kedaruratan dan kontijensi.

"Mengimbau masysrakat melakukan pencegahan, sebelum gempa bagaimana dan saat terjadi bagaimana dan setelahnya gimana," kata dia. n Agus Yuilianto

× Image